Langsung ke konten utama

Belung : Nama dan Asal-Usulnya




       Belung adalah sebuah nama dusun yang berada di wilayah Desa Kawedusan, Kec.Plosoklaten, Kediri. Belung secara akar nama dan asal-usulnya juga perlu kita cari tahu bersama, agar kita bisa semakin mengenali tentang “tanah air” yang telah menjadi lokasi hidup kita selama ini. Belung seperti nama-nama daerah di wilayah yang lain, pastinya punya riwayat sehingga akhirnya bisa muncul sebagai sebuah nama dusun, dan dalam proses penelitian yang dilakukan oleh Iman Budhi Santosa, beliau menyampaikan bahwa nama-nama desa di Jawa banyak yang menggunakan nama-nama tumbuhan, dan itu bukan kebetulan. Karena orang-orang Jawa hakikatnya telah lama mempunyai hubungan spiritual yang rekat dengan tumbuhan. Dalam tafsir orang Jawa, tumbuhan adalah lambang kekuatan, kesabaran, kejujuran, keikhlasan, kesetiaan yang dianut dan didambakan.

            Pada wilayah eks Karisedenan Kediri juga banyak nama desa dan kelurahan yang asalnya dari tumbuh-tumbuhan, diantaranya ialah Desa Ngasem, Kec.Grogol, Kab. Kediri- Desa Bendo, Kec. Pagu, Kab. Kediri- Desa Bedali, Kec.Ngancar, Kab. Kediri- Kelurahan Ngampel, Kec.Mojoroto, Kab. Kediri- Kelurahan Bawang, Kec.Pesantren, Kab.Kediri. Selain itu di wilayah yang lain yaitu Kotagede, Yogyakarta, juga terdapat nama-nama kampung yang menggunakan nama tumbuhan sekaligus nama dari para tokoh, peninggalan sejarah, letak geografis, maupun aktivitas dari penduduknya, seperti Kampung Jagungan, Kampung Basen, Kampung Selakraman, Kampung Lor Pasar, Kampung Jagalan. Dari nama-nama desa,kelurahan, dan kampung tersebut, kita bisa melihat ada semacam keterikatan antara bahasa  dengan budaya masyarakat yang ada, sehingga berpengaruh pada penamaan dari daerah yang menjadi ruang hidup.


            Belung dan Namanya 

            Menurut riwayat yang penulis terima dari beberapa narasumber, belung muncul dan terbentuk menjadi nama dusun dikarenakan beberapa sebab :

Riwayat pertama, banyak orang-orang dongdeng (sakti) yang melakukan pencurian sapi dari wilayah sekitar, lalu disembelih dan belungnya ( balungnya atau tulangnya) banyak ditinggalkan di lokasi.

Riwayat kedua,  dulu Belung termasuk daerah yang wingit (angker), dan dijadikan tempat pemotongan hewan curian dari penduduk sekitar.

            Berdasarkan kedua riwayat diatas, bisa kita simpulkan bahwa ada kesamaan isi cerita antara riwayat pertama dan kedua yaitu  peran para pelaku pencurian hewan dan pemotongan hewan pasca melakukan pencurian, dan akhirnya meninggalkan banyak belung. Kedua riwayat diatas juga didukung dengan informasi tentang banyaknya penemuan arkeologi berupa belung sapi di sekitar rumah penduduk. Maka dengan berpedoman pada kedua riwayat diatas serta informasi arkeologi berupa penemuan belung-belung sapi, kita bisa katakan bahwa benar dan wajar jika daerah yang hari ini kita tempati bernamakan Dusun Belung, dan secara teori morfologi (pembentukan kata) , nama Belung yang dipilih menjadi nama dusun dipengaruhi oleh  aktivitas manusia yang berperan didaerah tersebut.




         Belung dan Asal-Usulnya   

            Arsip sejarah yang pernah penulis ketahui dan mencantumkan langsung nama Belung adalah arsip tentang pemberian ijin dari Bupati Kediri terkait pembangunan masjid pada tahun 1926, dan menurut penulis untuk sementara ini,  arsip tersebut merupakan data sejarah yang paling tua dari zaman Pemerintah Belanda dan sekarang disimpan oleh Mbah Musdi, Warga Dusun Belung. Dalam arsip tersebut tertulis dengan jelas nama “ Desa Beloeng…”   dengan ejaan lama, dan dari data sejarah itu, kita bisa mendapatkan gambaran yang cukup jelas  bahwa Desa Beloeng/Dusun Belung sudah ada sejak zaman Pemerintah Belanda, hal ini juga diperkuat oleh keberadaan Mbah Kyai Hasan Murawi yang telah datang dan tinggal di Dusun Belung sekitar tahun 1800-an (pasca Perang Jawa melawan Belanda), hal  ini menjadi penanda bahwa sebenarnya Dusun Belung sudah terbentuk dan  bahkan  Dusun Belung bisa jadi lebih tua lagi, dan untuk tepatnya di tahun berapa, penulis belum bisa memastikan namun diperkirakan sejak tahun 1700-an atau 1600-an sudah terbentuk Dusun Belung dan di saat itu adalah zaman berkuasanya kesultanan-kesultanan Islam di Jawa.

                                       
(Surat Perijinan dari Kanjeng Bupati Kediri)

            Berdasarkan semua penyampaian yang ada terkait sejarah Belung, semoga membawa manfaat khususnya bagi masyarakat Belung dan sekitarnya, dan semoga generasi muda tetap mau mempelajari sejarah dusunnya serta sejarah leluhurnya.


                     






Wildan Taufiqur Rahman 
( IG : @Wildan Taufiqur Rahman)

(Pengamat Sejarah)
                         



Sumber Pustaka :
Agik Nur Efendi, 2017, Jurnal Bahasa Lingua Scientia, Vol.9, No.1, Juni 2017, “Kembang lan Wit-Witan Sebagai Nama Desa di Kecamatan Kabuh Jombang : Perspektif Whorf”, Universitas Negeri Malang         
Istiana, 2012, Bentuk dan Makna Nama-Nama Kampung di Kecamatan Kotagede, Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni, Univeristas Negeri Yogyakarta
https://tirto.id/pabrik-gula-zaman-belanda-awali-era-kejayaan-trem-di-kediri-c72H(diakses28Juni2020)
https://tirto.id/belanda-membelah-jawa-dengan-perjanjian-giyanti-cEpq(diakses28Juni2020)
https://jatimplus.id/sejumlah-nama-desa-di-kediri-berasal-dari-pohon-dan-rerumputan/(diakses28Juni2020)

Narasumber dari Dusun Belung :
Mbah Sukadi, Mbah Kholik, Kang Zainul       

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Ombo Ingin Masuk Surga

                         Sore-sore Ombo berniat untuk bertemu dengan Gus Abrit di   masjid, kebetulan juga Ombo sudah menyiapkan kata-kata yang ingin disampaikannya pada Gus Abrit, yang kata-kata ini sebenarnya sudah lama ingin disampaikannya namun ia malu.             Masjid sore itu memang cukup ramai dengan anak-anak kecil yang   mengaji, dan Gus Abrit biasanya duduk-duduk di sekitaran situ, sambil membawa tasbih dan terkadang berpindah ke lapangan masjid untuk berbagi butir-butir gula dengan semut-semut yang ada.             “Guss….”             “ Woh iyooo ….,   ada perlu apa booo sore-sore ?             “saya mau bicara Gus ..”, sambil sikap malu-malu             Gus Abrit meminta Ombo untuk duduk di sebelahnya, lalu meminta Ombo untuk mengambilkan bantal kayu yang biasanya dipakai tidur.                     “ Monggo , mau bicara apa kamu ?,   Gus Abrit sambil rebahan dan menyandarkan kepalanya ke bantal kayu lalu terpejam.             “Guss… doakan saya agar bisa m

Ketika Para Nabi, Menyendiri

                 Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin giat untuk melakukan ikhtila’ (menyendiri) di Gua Hira, saat usianya semakin mendekati empat puluh tahun. Allah ’Azza wa Jalla sengaja menumbuhkan pada diri Nabi rasa bahagia dalam menjalani aktivitas menyendiri yang sering kali dijalankan   hingga beberapa malam. Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam dalam dimensi ikhtila’ nya berusaha untuk menajamkan alam spiritual dan intelektual demi memahami tentang realitas sosial dan kebudayaan yang berkembang di masyarakatnya, serta menapaki hakikat terdalam dari lintasan-lintasan rohani yang semakin memuncak dalam batinnya.             Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam akhirnya mencapai puncak spiritualitas saat suatu hari Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu dan berkata, “Bacalah..”, Nabi menjawab, “ Aku tidak dapat membaca..”, Malaikat Jibril terus mengulang kata yang sama sambil beberapa kali memeluk Nabi hingga membuat Nabi menjadi

Proses Hadirnya Islam dalam Masyarakat Nusantara (02)

Ikatan Ekonomi, Masyarakat, dan Keluarga                   Faktor lain yang menjadi sebab   Islam mampu berkembang sejak abad ke -7 yaitu   adanya   jalur perdagangan   laut yang saling terhubung antara timur dan barat asia. , terutama pasca kemunculan dan perkembangan tiga dinasti kuat, yaitu Kekhalifahan Umayyah (660-749 M) di Asia Barat, Dinasti Tang (618-907 M) di Asia Timur dan Kerajaan Sriwijaya (7-14 M) di Asia Tenggara. Kekhalifahan Umayyah saat itu dikenal agresif karena wilayah penaklukannya yang begitu besar. Mulai dari wilayah Eropa, Afrika hingga Asia. Keadaan tersebut membuat jangkauan perdagangan dan dakwah Islam menjadi lebih luas, termasuk meliputi kawasan Nusantara.            Pedagang muslim yang datang ke pusat perdagangan di wilayah-wilayah Melayu   kemungkinan besar juga tak bisa langsung kembali. Mereka menunggu barangnya sampai habis terjual dan menanti musim agar bisa berlayar kembali. Karena itu akhirnya mereka menetap dalam   waktu ber