Langsung ke konten utama

Ketika Ombo Ingin Masuk Surga

                    

Sore-sore Ombo berniat untuk bertemu dengan Gus Abrit di  masjid, kebetulan juga Ombo sudah menyiapkan kata-kata yang ingin disampaikannya pada Gus Abrit, yang kata-kata ini sebenarnya sudah lama ingin disampaikannya namun ia malu.

            Masjid sore itu memang cukup ramai dengan anak-anak kecil yang  mengaji, dan Gus Abrit biasanya duduk-duduk di sekitaran situ, sambil membawa tasbih dan terkadang berpindah ke lapangan masjid untuk berbagi butir-butir gula dengan semut-semut yang ada.

            “Guss….”

            Woh iyooo….,  ada perlu apa booo sore-sore ?

            “saya mau bicara Gus ..”, sambil sikap malu-malu

            Gus Abrit meminta Ombo untuk duduk di sebelahnya, lalu meminta Ombo untuk mengambilkan bantal kayu yang biasanya dipakai tidur.  

               Monggo, mau bicara apa kamu ?,  Gus Abrit sambil rebahan dan menyandarkan kepalanya ke bantal kayu lalu terpejam.

            “Guss… doakan saya agar bisa masuk Surgaa”

            Surgo?, lapo mlebu Surgo ..boo ?

            Ombo yang ditanya seperti itu menjadi bingung, sambil batin di hati, “ Walah, kene pengen Surgo atek ditakoni maneh..”

            Kemudian Ombo menjawab Gus Abrit, “Nggih kulo pengen urip enak Gus,… di dunia hidup saya sudah susah masak di akhirat juga susah…”

            Yo wiss, terus lek awakmu mlebu Surgo tapi gak ketemu Gusti Allah, kiro-kiro piye boo?  , Gus Abrit menanggapi.

            Ombo kemudian menjawab, “ Yoo pokok sukses mlebu Surgo lah Gus…”

Gus Abrit yang masih terpejam berbicara, “Berarti selama iki awakmu ngibadah kerono Surgo ?.., lah..lah.lahhh…”

            Ombo memberikan respon sambil ragu-ragu, “Lah piye maneh Gus, pilihane kan cuman Surgo karo Neroko,... saya pastinya ingin Surga.."

            Gus Abrit diam sejenak sambil mengubah posisi kepalanya.

            Ngene loh Boo, … awakmu kudu paham, Surga dan Neraka itu makhluk, sama seperti kita yang juga makhluk..”

            Lah terus piye Guss, aku kudu piye…”, tanya Ombo sambil menggerutu

            Surgo lan Neroko kuwi makhluk, dan tujuan kita bukan ke makhluk, namun menuju pada Allah Sang Maha Pencipta..”

            Ombo menanggapi, “berarti sing bener piye Guss?..”

Ibadaho..Sholato…Ngamalo… , amergi Gusti Allah, bukan selain Nya!!”

Ombo terdiam lalu merenung sambil menggaruk-garuk jempol.

 

 

Safinaturruwhiyyah,

Surabaya, 08 Oktober 2023

           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Para Nabi, Menyendiri

                 Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin giat untuk melakukan ikhtila’ (menyendiri) di Gua Hira, saat usianya semakin mendekati empat puluh tahun. Allah ’Azza wa Jalla sengaja menumbuhkan pada diri Nabi rasa bahagia dalam menjalani aktivitas menyendiri yang sering kali dijalankan   hingga beberapa malam. Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam dalam dimensi ikhtila’ nya berusaha untuk menajamkan alam spiritual dan intelektual demi memahami tentang realitas sosial dan kebudayaan yang berkembang di masyarakatnya, serta menapaki hakikat terdalam dari lintasan-lintasan rohani yang semakin memuncak dalam batinnya.             Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam akhirnya mencapai puncak spiritualitas saat suatu hari Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu dan berkata, “Bacalah..”, Nabi menjawab, “ Aku tidak dapat membaca..”, Malaikat Jibril terus mengulang kata yang sama sambil beberapa kali memeluk Nabi hingga membuat Nabi menjadi

Proses Hadirnya Islam dalam Masyarakat Nusantara (02)

Ikatan Ekonomi, Masyarakat, dan Keluarga                   Faktor lain yang menjadi sebab   Islam mampu berkembang sejak abad ke -7 yaitu   adanya   jalur perdagangan   laut yang saling terhubung antara timur dan barat asia. , terutama pasca kemunculan dan perkembangan tiga dinasti kuat, yaitu Kekhalifahan Umayyah (660-749 M) di Asia Barat, Dinasti Tang (618-907 M) di Asia Timur dan Kerajaan Sriwijaya (7-14 M) di Asia Tenggara. Kekhalifahan Umayyah saat itu dikenal agresif karena wilayah penaklukannya yang begitu besar. Mulai dari wilayah Eropa, Afrika hingga Asia. Keadaan tersebut membuat jangkauan perdagangan dan dakwah Islam menjadi lebih luas, termasuk meliputi kawasan Nusantara.            Pedagang muslim yang datang ke pusat perdagangan di wilayah-wilayah Melayu   kemungkinan besar juga tak bisa langsung kembali. Mereka menunggu barangnya sampai habis terjual dan menanti musim agar bisa berlayar kembali. Karena itu akhirnya mereka menetap dalam   waktu ber