Langsung ke konten utama

Fiqh Ekologi : Kelestarian dan Kepunahan Hewan-Hewan Dilindungi









Permasalahan :

Sejak dulu hingga hari ini, kehidupan hewan-hewan yang ada di alam liar semakin terancam punah. Kita bisa ketahui seperti Harimau Jawa yang saat ini sudah punah , dan sepertinya akan menyusul kemudian Harimau Sumatra, Gajah Sumatra, maupun Orang Hutan yang saat ini tetap menjadi buruan banyak orang. Padahal secara undang-undang , semua hewan tersebut termasuk yang dilindungi. Dan seringkali hewan-hewan yang dilindungi tersebut, ditemukan dalam keadaan yang mengenaskan dan sudah tak bernyawa.

Pertanyaan :

1. Bagaimanakah sebenarnya hukum berburu hewan yang dilindungi ?

2.Bagaimanakah hukumnya ketika ada orang yang menyakiti hewan ?

Penjelasan :

1.Berkaitan dengan berburu, pada dasarnya dalam hukum Islam diperbolehkan dengan beberapa syarat yang memang harus dipenuhi, diantara syaratnya ditujukan kepada orang-orang yang berburu. Dalam syarat tersebut dijelaskan bahwa orang-orang yang berburu tidak boleh bermain-main, sehingga hewan tersebut  tidak mati dalam keadaan yang sia-sia tanpa diambil manfaatnya.

Rasulullah Muhammad Shallawlahhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa membunuh seekor burung pipit dengan maksud bermain-main, maka nanti di hari kiamat burung tersebut akan mengadu kepada Allah, ia berkata : Ya Tuhanku! Si Anu telah membunuh aku dengan bermain-main, tetapi tidak membunuh aku untuk diambil manfaat” ( Riwayat Nasa’I dan Ibnu Hibban)

Maka berdasarkan penjelasan yang telah ada, sejatinya berburu itu boleh, namun terkait dengan memburu hewan-hewan yang dilindungi tergolong tindakan yang dilarang. Hal itu disebabkan karena kita mengacu pada prinsip kelestarian alam dan meninggalkan aktivitas yang bisa merusak alam. Sehingga dengan tetap lestarinya hewan-hewan yang dilindungi, akan membantu keseimbangan ekosistem yang ada di alam.

Sebagaimana Allah berfirman dalam QS al-Qashash : 77 ,

“ Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu melupakan bagianmu dari dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain), sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan

Menurut tafsir, yang dimaksud janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi ialah kegiatan yang diharamkan oleh Allah, karena berupa tindakan penganiayaan. Dan berlandaskan tafsir pula, bahwa Allah hakikatnya tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan dan Allah akan membalas perbuatan mereka.

2. Menyakiti dan menyiksa hewan itu hukumnya dilarang dalam Islam.

Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah Shallawlahhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “ Ada seorang wanita disiksa gara-gara seekor kucing yang dikurungnya hingga mati, maka masuklah ia ke neraka, dikarenakan ia tidak memberinya makan dan minum ketika mengurungnya, juga tidak membiarkannya bebas lepas agar makan dari apa yang melata di tanah atau serangga “ ( Muttafaq ‘alaih)

Dalam riwayat yang lain, Ibnu Umar ra melewati sekumpulan pemuda Quraisy yang mengikat seekor burung (dalam sebuah tiang), lalu mereka melemparinya sebagai sasaran, dan mereka membayar kepada pemilik burung setiap ada lemparan yang meleset  Ketika melihat Ibnu Umar lewat, mereka segera kabur. Ibnu Umar ra bertanya, “Siapa yang melakukan ini? Allah melaknat orang yang melakukan hal ini. Sesungguhnya Rasulullah Shallawlahhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, Allah melaknat siapa saja yang menjadikan yang bernyawa sebagai sasaran (lemparan,tembakan)” . (Muttafaq ‘alaih)

Rujukan Kitab :

Halal-Haram, Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi
At-Tafsir al-Muyassar, Dr.Hikmat Basyir, Dr.Hazim Haidar,dkk
Riyadus Shalihin, Imam Nawawi



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Ombo Ingin Masuk Surga

                         Sore-sore Ombo berniat untuk bertemu dengan Gus Abrit di   masjid, kebetulan juga Ombo sudah menyiapkan kata-kata yang ingin disampaikannya pada Gus Abrit, yang kata-kata ini sebenarnya sudah lama ingin disampaikannya namun ia malu.             Masjid sore itu memang cukup ramai dengan anak-anak kecil yang   mengaji, dan Gus Abrit biasanya duduk-duduk di sekitaran situ, sambil membawa tasbih dan terkadang berpindah ke lapangan masjid untuk berbagi butir-butir gula dengan semut-semut yang ada.             “Guss….”             “ Woh iyooo ….,   ada perlu apa booo sore-sore ?             “saya mau bicara Gus ..”, sambil sikap malu-malu             Gus Abrit meminta Ombo untuk duduk di sebelahnya, lalu meminta Ombo untuk mengambilkan bantal kayu yang biasanya dipakai tidur.                     “ Monggo , mau bicara apa kamu ?,   Gus Abrit sambil rebahan dan menyandarkan kepalanya ke bantal kayu lalu terpejam.             “Guss… doakan saya agar bisa m

Ketika Para Nabi, Menyendiri

                 Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin giat untuk melakukan ikhtila’ (menyendiri) di Gua Hira, saat usianya semakin mendekati empat puluh tahun. Allah ’Azza wa Jalla sengaja menumbuhkan pada diri Nabi rasa bahagia dalam menjalani aktivitas menyendiri yang sering kali dijalankan   hingga beberapa malam. Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam dalam dimensi ikhtila’ nya berusaha untuk menajamkan alam spiritual dan intelektual demi memahami tentang realitas sosial dan kebudayaan yang berkembang di masyarakatnya, serta menapaki hakikat terdalam dari lintasan-lintasan rohani yang semakin memuncak dalam batinnya.             Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam akhirnya mencapai puncak spiritualitas saat suatu hari Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu dan berkata, “Bacalah..”, Nabi menjawab, “ Aku tidak dapat membaca..”, Malaikat Jibril terus mengulang kata yang sama sambil beberapa kali memeluk Nabi hingga membuat Nabi menjadi

Proses Hadirnya Islam dalam Masyarakat Nusantara (02)

Ikatan Ekonomi, Masyarakat, dan Keluarga                   Faktor lain yang menjadi sebab   Islam mampu berkembang sejak abad ke -7 yaitu   adanya   jalur perdagangan   laut yang saling terhubung antara timur dan barat asia. , terutama pasca kemunculan dan perkembangan tiga dinasti kuat, yaitu Kekhalifahan Umayyah (660-749 M) di Asia Barat, Dinasti Tang (618-907 M) di Asia Timur dan Kerajaan Sriwijaya (7-14 M) di Asia Tenggara. Kekhalifahan Umayyah saat itu dikenal agresif karena wilayah penaklukannya yang begitu besar. Mulai dari wilayah Eropa, Afrika hingga Asia. Keadaan tersebut membuat jangkauan perdagangan dan dakwah Islam menjadi lebih luas, termasuk meliputi kawasan Nusantara.            Pedagang muslim yang datang ke pusat perdagangan di wilayah-wilayah Melayu   kemungkinan besar juga tak bisa langsung kembali. Mereka menunggu barangnya sampai habis terjual dan menanti musim agar bisa berlayar kembali. Karena itu akhirnya mereka menetap dalam   waktu ber