Langsung ke konten utama

Wali Allah yang Anti – Air


            




           Abah sering kali mengajak para santrinya untuk berziarah ke makam para Wali Allah, kenangan saya tentang beliau adalah jaketnya yang cukup tebal dan berwarna abu-abu atau hitam yang biasa dipakai saat agenda ziarah, keberangkatan kami biasanya juga mendekati tengah malam, entah itu berziarah ke Sunan Ampel maupun ke Sunan Giri. Pengalaman berziarah ternyata ikut membentuk  pribadi para santri agar tetap dekat serta mencintai para ulama, para kyai yang sudah wafat maupun yang masih hidup.


            Diantara pengalaman yang bermakna, ketika Abah mengajak para santrinya untuk berziarah ke makam KH Ali Mas’ud yang berada di Pagerwojo, Sidoarjo. Perjalanan saat itu terasa nikmat karena ada spirit yang sama yaitu ingin mengunjungi makam Wali Allah. Sesampainya di lokasi, ternyata keadaannya sudah cukup ramai dengan para peziarah lainnya. Abah langsung mengarahkan para santrinya untuk segera bersiap melaksanakan tahlilan di dekat makam KH Ali Mas’ud.  Tahlilan berjalan dengan khusuk, ditambah dengan rangkaian tawassul yang makin menjadikan ikatan spiritual maupun intelektual  bertambah erat terjalin.


             Berkaitan dengan KH Ali Mas’ud , yang akrab disapa Gus ‘Ud. Abah sendiri pernah bercerita bahwa Gus ‘Ud itu sejak kecil sudah mempunyai banyak karomah, salah satunya adalah saat hari sedang hujan dan Gus ‘Ud melewati jalanan yang basah, maka ketika Gus ‘Ud melangkahkan kakinya ke dalam masjid, ternyata tidak berbekas apa-apa. Tidak ada jejak kaki yang basah ataupun kotor, semuanya terlihat kering. Padahal Gus ‘Ud baru saja dari jalanan yang kondisinya basah dan tanpa menggunakan alas kaki, sehingga tampak anti-air.


            Dari cerita tersebut, pastinya kita merasa heran dan tak logis, tapi memang seperti itulah karomah yang dipunyai  para Wali Allah, dan kita harus meyakininya karena karomah memang nyata ada dalam kehidupan ini dan karomah adalah bagian dari dimensi spiritual para Wali Allah.



Maturnuwun,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kandangan : Nama dan Asal-Usulnya

              Kandangan merupakan sebuah kelurahan atau desa yang berada di Kecamatan Benowo, Surabaya. Kandangan   secara   wilayah   berbatasan dengan Klakahrejo (barat), Banjarsugihan (timur),   Tambak Langon (utara),   Bringin (selatan). Kandangan secara administrasi daerah mempunyai 7 Ketua RW, 41 Ketua RT, lalu lahan yang ada di Kandangan selain digunakan untuk kawasan pemukiman warga juga dipakai untuk sekolahan, pasar, perkantoran, dan sebagiannya lagi berwujud tambak serta persawahan. Kandangan sebagai bagian dari wilayah Kota Surabaya mempunyai jejak-jejak sejarah yang patut untuk kita ketahui, dan   kita berharap masyarakat Kandangan tetap mampu menjaga identitasnya dengan terus merawat cerita-cerita leluhur yang disampaikan dari generasi ke generasi, serta melestarikan peninggalan-peninggalan arkeologi/ sejarah yang selama ini ada di tengah masyarakat. Nama Kandangan Berdasarkan riwayat sejarah yang di...

Ketika Seorang Anak Bertanya Pada Sang Ayah : “Kenapa ayah baca buku ?”

              Malam belum sepenuhnya utuh, magrib baru saja berlalu, Faqih berdiri mengamati sang ayah yang baru saja selesai membaca Ratib Al Haddad , yang kemudian berjalan ke perpustakaan keluarga lalu mengambil salah satu buku untuk dibaca, kebetulan buku yang diambil berjudul History of Genghis Khan karya John Man, lantas Faqih berjalan mendekat pada sang ayah lalu berkata setengah berbisik , “Kenapa ayah baca buku ?”, mendengar pertanyaan tersebut sang ayah tersenyum sambil melihat anak laki-lakinya, dan baginya ini bukan pertanyaan sederhana, ini bukan pertanyaan biasa, menurutnya ini pertanyaan peradaban yang akan membawa pada perenungan yang panjang.             Sang ayah agak bingung harus menjawab bagaimana, lalu sambil memandang anaknya sang ayah menjawab, “ Ayah baca buku karena ayah suka buku ..”, sebuah jawaban   untuk seorang anak umur empat tahun...

Proses Hadirnya Islam dalam Masyarakat Nusantara (05)

Interaksi Islam dengan Kerajaan Majapahit                        Kerajaan Majapahit yang beribukota di Trowulan telah mempunyai kota-kota pelabuhan seperti Tuban, Gresik, Sedayu, Jaratan, Canggu di wilayah pantai utara Jawa Timur. Gambaran dari kota-kota tersebut   dapat diamati dalam literatur-literatur berbahasa Jawa, seperti Nagarakertagama dan Pararaton. Kerajaan Majapahit sebagai kerajaan maritim-agraris mengembangkan perdagangan internasionalnya dengan disokong oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Brantas dan Sungai Bengawan Solo. Kedua sungai tersebut berfungsi sebagai jalur perairan utama untuk mengirim semua jenis komoditas dari daerah pedalaman ke kota-kota pelabuhan, diantara komoditas ekspor yaitu beras yang diekspor ke Maluku dan Tiongkok, Lada dari Pacitan juga dikirim ke Tiongkok., serta komoditas lainnya yang   dibawa melalui Tuban seperti garam,rempah-rempah,mutiara,kulit penyu,emas,per...