Langsung ke konten utama

Kandangan : Nama dan Asal-Usulnya

 

         Kandangan merupakan sebuah kelurahan atau desa yang berada di Kecamatan Benowo, Surabaya. Kandangan  secara  wilayah  berbatasan dengan Klakahrejo (barat), Banjarsugihan (timur),  Tambak Langon (utara),  Bringin (selatan). Kandangan secara administrasi daerah mempunyai 7 Ketua RW, 41 Ketua RT, lalu lahan yang ada di Kandangan selain digunakan untuk kawasan pemukiman warga juga dipakai untuk sekolahan, pasar, perkantoran, dan sebagiannya lagi berwujud tambak serta persawahan. Kandangan sebagai bagian dari wilayah Kota Surabaya mempunyai jejak-jejak sejarah yang patut untuk kita ketahui, dan  kita berharap masyarakat Kandangan tetap mampu menjaga identitasnya dengan terus merawat cerita-cerita leluhur yang disampaikan dari generasi ke generasi, serta melestarikan peninggalan-peninggalan arkeologi/ sejarah yang selama ini ada di tengah masyarakat.


Nama Kandangan


Berdasarkan riwayat sejarah yang dituturkan salah satu warga Kandangan diceritakan bahwa Kandangan merupakan lokasi dari tempat memelihara kuda dan jenis kudanya dipercayai secara spiritual sebagai Kuda Sembrani, ada pula tokoh masyarakat Kandangan yang mentafsirkan bahwa Kandangan selain tempat bagi hewan-hewan , Kandangan juga termasuk lokasi dari perkumpulan orang-orang dengdong/ aktor-aktor jahat yang sakti pada zaman kuno, sehingga Kandangan sebagai sebuah daerah mempunyai pemaknaan yang luas secara lingkungan maupun sosial. Selain itu secara tinjauan  kebahasaan, kata Kandangan berakar pada bahasa Sanskerta yaitu Kandhangan berarti persediaan dan cadangan. Selain itu Kandangan secara kata dasar juga berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Kandhang atau Kandang yang berarti panjara, warangka serta istilah untuk tempat yang biasanya digunakan untuk hewan. Sehingga dari beberapa penjelasan yang ada terkait dengan Kandangan, bisa kita pahami bersama bahwa ada  keterkaitan antara riwayat sejarah yang dituturkan warga dan tokoh masyarakat dengan asal kata Kandangan.


       Terkait dengan Kandangan, masyarakat Jawa sendiri secara budaya memang seringkali memberikan nama suatu tempat/desa sesuai kondisi wilayah yang ada, contohnya beberapa desa di Jombang yaitu  Desa Randu Alas  : bernama Randu Alas karena banyak pohon Randu di hutan,  Desa Kedung Jati : bernama Kedung Jati karena terdapat kedung (lubang besar dan tempat air mengalir) dan didekatnya terdapat Pohon Jati besar, Desa Kedung Pandan : bernama Kedung Pandan karena terdapat Kedung (tempat air mengalir) dan disekitarnya banyak  pohon Pandan. Kandangan sendiri termasuk daerah yang bisa dikatagorikan dalam proses pemberian namanya berdasarkan pada kondisi wilayah yang ada, sehingga kemungkinan besar pada zaman kuno di Kandangan secara sengaja  difungsikan sebagai kandang untuk memelihara hewan dalam jumlah yang besar, atau bisa  jadi memang habitat dari berbagai macam hewan yang ada.


Asal-Usul Kandangan


            Kandangan secara lokasi kedaerahan juga telah dikenal dalam pencatatan wilayah  Kota Surabaya. Hal ini terlihat dari  Peta Kota Surabaya yang dibuat oleh Pemerintah Belanda tahun 1893, dalam peta tersebut tercantum secara jelas nama-nama daerah di Surabaya Barat seperti  Manoekan, Kandangan, Sememi, Alas Malang, Sambikerep, Koepang, dan daerah lainnya yang sampai hari ini masih dikenal oleh warga Surabaya. Kandangan berdasarkan pada fakta yang tercantum pada peta lama Kota Surabaya, bisa  diperkirakan bahwa Kandangan  sudah ada sejak tahun 1600-1500, atau sangat mungkin lebih lama dari itu. Sehingga Kandangan sejatinya tergolong desa kuno yang secara peradaban sudah mempunyai kebudayaannya sendiri.


Peta Kota Surabaya Tahun 1893 

            Maka dengan semua penjelasan yang ada, melalui riwayat warga dan tokoh masyarakat , serta tafsir bahasa Sanskerta dan tradisi masyarakat Jawa tentang nama desa, lantas diperkuat dengan Peta lama Kota Surabaya Tahun 1893 semakin mempertegas bahwa Kandangan merupakan daerah bersejarah dan termasuk identitas penting dari Kota Surabaya hari ini. Semoga kita sebagai warga Kandangan semakin paham sejarah daerah yang kita tinggali dan semakin peduli untuk menjaganya. 

 

 

 

Wildan Taufiqur Rahman

(Pengamat Sejarah)

 

 

Sumber Pustaka :

L Mardiwarsito, Sri Suksesi Adiwimarta,dkk, 1992, Kamus Indonesia - Jawa Kuno, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Purwadi, Eko Priyo Purnomo, 2008,  Kamus Sansekerta – Indonesia, Budaya Jawa

Istiana, 2012, Bentuk dan Makna Nama-Nama Kampung di Kecamatan Kota Gede, Yogyakarta : Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta

Topografische dienst in Nederlandsch-Indië (Batavia), Tahun 1893,  Kaart van der residentie Soerabaja ( Peta Kota Surabaya ) , Leiden University Libraries

http://kecamatan-benowo.blogspot.com/p/nama-lurah-r.html

 

 

Wawancara :

Warga Kandangan Rt 01 : Mas Agus

Tokoh Kandangan (Ketua Rt 03) : Pak Suwarno

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proses Hadirnya Islam dalam Masyarakat Nusantara (05)

Interaksi Islam dengan Kerajaan Majapahit                        Kerajaan Majapahit yang beribukota di Trowulan telah mempunyai kota-kota pelabuhan seperti Tuban, Gresik, Sedayu, Jaratan, Canggu di wilayah pantai utara Jawa Timur. Gambaran dari kota-kota tersebut   dapat diamati dalam literatur-literatur berbahasa Jawa, seperti Nagarakertagama dan Pararaton. Kerajaan Majapahit sebagai kerajaan maritim-agraris mengembangkan perdagangan internasionalnya dengan disokong oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Brantas dan Sungai Bengawan Solo. Kedua sungai tersebut berfungsi sebagai jalur perairan utama untuk mengirim semua jenis komoditas dari daerah pedalaman ke kota-kota pelabuhan, diantara komoditas ekspor yaitu beras yang diekspor ke Maluku dan Tiongkok, Lada dari Pacitan juga dikirim ke Tiongkok., serta komoditas lainnya yang   dibawa melalui Tuban seperti garam,rempah-rempah,mutiara,kulit penyu,emas,per...

Proses Hadirnya Islam dalam Masyarakat Nusantara (04)

Perkembangan Islam dalam Geo-Ekonomi dan Geo-Politik   Nusantara                    Ekspedisi perdagangan menjadi komponen penting dalam proses perkembangan Islam di Nusantara. Kehadiran Islam di beberapa pantai yang ada di daerah geografis melayu adalah hasil dari berjalannya   rute pelayaran dan ekspedisi perdagangan dari Arab-Persia-India-dunia Melayu-Tiongkok. Catatan Tionghoa dan Arab sekitar abad ke-7 dan 8 M ikut memberi bukti bahwa adanya pelayaran serta jaringan perdagangan di mana para pedagang Arab dan Persia turut berperan aktif dalam   perdagangan internasional melalui Selat Malaka terus ke Tionghoa. Dampak yang sangat terasa dari berlangsungnya jaringan perdagangan tersebut adalah   tumbuhnya kota-kota   muslim di nusantara.               Tome Pires juga menyampaikan keberadaan para pedagang ...