Langsung ke konten utama

Menyegarkan Kembali Islam Kita





“ Dan Aku tidak menciptakan Jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada Ku..”  ( Adz-Dzariyat ; 56 )

            Manusia adalah satu-satunya makhluk yang Allah ciptakan dengan diliputi banyak kemuliaan, manusia dibekali dengan pilar-pilar intelektual yang kokoh, dan samudra spiritual yang dalam serta kerangka ragawi yang mumpuni. Manusia adalah khalifah sekaligus hamba yang wajib mengabdi setia pada Nya. Manusia, kita bisa artikan sebagai makhluk sosial plus makhluk spiritual.  Dalam Anthropologi Agama, manusia merupakan makhluk yang tidak bisa lepas dari unsur-unsur alam rohani, alam ghaib maupun ritual doa-doa. Manusia secara natural membutuhkan sebuah pegangan rohani untuk menuntun, mendampingi, menolong dan menguatkan proses hidup yang sedang dijalaninya. Jadi bisa dikatakan bahwa setiap manusia akan mengalami mobilitas spiritual dari fase ke fase, hingga menjadi lebih dekat pada Sang Maha Kuasa.


            Kita pribadi sebagai seorang manusia yang terlahir dalam keluarga muslim, sudah sepantasnya bersyukur bahwa kita sudah berislam sejak dini, kita sudah akrab dengan sholat,puasa,dzikir,shalawat sejak kita kecil, dan yang paling harus disyukuri yaitu adanya iman yang kokoh dalam diri kita. Keimanan kita pada Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasulullah Muhammad merupakan pernyataan penting dari dalam diri bahwa kita akan senantiasa istiqomah hidup dalam naungan Islam. Keimanan adalah energi kehidupan, keimanan adalah sumber penggerak pada ketaatan, keimanan adalah mata air intelektual dimana darinya kita mampu menghasilkan banyak karya yang abadi dalam kebaikan, keimanan adalah jalan yang akan mengantar kita pada keikhlasan ibadah pada Nya.


            Surat Adz-Dzariyat ayat 56, juga sangat terang menjelaskan pada kita bahwa fungsi penciptaan manusia adalah beribadah pada Allah, dan interpretasi tentang ibadah melingkupi seluruh ruang waktu dan kondisi, serta meliputi  gerak lisan, jasmani, maupun getar-getar batin. Orientasi ibadah kita juga akan mempengaruhi amal-amal sosial yang akan berjalan dalam keseharian kita. Dan dalam Islam, kita secara totalitas mendapat bimbingan hidup terbaik, hidup yang sentosa di dunia dan akhirat.


            Surat Adz-Dzariyat ayat 56, turut mempertegas bahwa tak ada tuhan lain selain Allah ‘Azza wa Jalla, dan jangan sampai kita memunculkan tuhan-tuhan baru baik itu tuhan dalam wujud pemikiran, teknologi, ekonomi, maupun kebudayaan.  Kita harus mampu memperkokoh iman dan wawasan intelektual ketauhidan ditengah arus kemajuan peradaban, dan kita di masa-masa ini tampaknya juga sangat perlu untuk menyegarkan kembali Islam kita agar tak kusut dimakan ganasnya dunia, dan agar tetap teguh tumbuh berbuah kebaikan serta pengabdian pada Allah ‘Azza wa Jalla, dan itu semua bisa dicapai dengan bekal keimanan yang lurus serta tegak menjulang.
           



......


Wildan Taufiqur Rahman
Surabaya, 10 oktober 2019 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kandangan : Nama dan Asal-Usulnya

              Kandangan merupakan sebuah kelurahan atau desa yang berada di Kecamatan Benowo, Surabaya. Kandangan   secara   wilayah   berbatasan dengan Klakahrejo (barat), Banjarsugihan (timur),   Tambak Langon (utara),   Bringin (selatan). Kandangan secara administrasi daerah mempunyai 7 Ketua RW, 41 Ketua RT, lalu lahan yang ada di Kandangan selain digunakan untuk kawasan pemukiman warga juga dipakai untuk sekolahan, pasar, perkantoran, dan sebagiannya lagi berwujud tambak serta persawahan. Kandangan sebagai bagian dari wilayah Kota Surabaya mempunyai jejak-jejak sejarah yang patut untuk kita ketahui, dan   kita berharap masyarakat Kandangan tetap mampu menjaga identitasnya dengan terus merawat cerita-cerita leluhur yang disampaikan dari generasi ke generasi, serta melestarikan peninggalan-peninggalan arkeologi/ sejarah yang selama ini ada di tengah masyarakat. Nama Kandangan Berdasarkan riwayat sejarah yang di...

Ketika Para Nabi, Menyendiri

                 Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin giat untuk melakukan ikhtila’ (menyendiri) di Gua Hira, saat usianya semakin mendekati empat puluh tahun. Allah ’Azza wa Jalla sengaja menumbuhkan pada diri Nabi rasa bahagia dalam menjalani aktivitas menyendiri yang sering kali dijalankan   hingga beberapa malam. Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam dalam dimensi ikhtila’ nya berusaha untuk menajamkan alam spiritual dan intelektual demi memahami tentang realitas sosial dan kebudayaan yang berkembang di masyarakatnya, serta menapaki hakikat terdalam dari lintasan-lintasan rohani yang semakin memuncak dalam batinnya.             Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam akhirnya mencapai puncak spiritualitas saat suatu hari Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu dan berkata, “Bacalah..”, Nabi menjawab, “ Aku tidak dapat membaca..”, Mala...

Wali Allah yang Ahli Sedekah

                               Suatu malam abah bercerita pada para santrinya, dengan nada yang tenang dan dalam. Abah bercerita tentang seorang Wali Allah yang hidup di daerah Jawa Tengah.   Sang Wali tersebut dalam kesehariannya tampak seperti orang umum kebanyakan dan tidak kaya. Saya pribadi mendengarkan cerita tersebut semakin tertarik dan saat itu posisi duduk saya kebetulan berada di samping abah langsung, sehingga cerita yang mengandung narasi kewalian tersebut begitu melekat dalam benak saya.             Dan setelah saya mendengar lebih jauh terkait kehidupan Sang Wali, ternyata Sang Wali mempunyai amalan rutin yang selama ini dirahasiakan dari masyarakat luas yaitu bersedekah di tiap malam, dengan cara mendatangi   rumah-rumah yang ada di sekitarnya, lalu menyelipkan uang ke bagian bawah pintu rumah. Amalan ini...