Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam semakin giat untuk melakukan ikhtila’ (menyendiri) di Gua Hira, saat
usianya semakin mendekati empat puluh tahun. Allah’Azza wa Jalla sengaja menumbuhkan
pada diri Nabi rasa bahagia dalam menjalani aktivitas menyendiri yang sering
kali dijalankan hingga beberapa malam.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam dalam dimensi ikhtila’ nya berusaha
untuk menajamkan alam spiritual dan intelektual demi memahami tentang realitas
sosial dan kebudayaan yang berkembang di masyarakatnya, serta menapaki hakikat
terdalam dari lintasan-lintasan rohani yang semakin memuncak dalam batinnya.
Nabi
Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam akhirnya mencapai puncak spiritualitas
saat suatu hari Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu dan berkata,
“Bacalah..”, Nabi menjawab, “ Aku tidak dapat membaca..”, Malaikat Jibril terus
mengulang kata yang sama sambil beberapa kali memeluk Nabi hingga membuat Nabi
menjadi lemas. Pasca peristiwa tersebut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam langsung pulang dalam keadaan gemetar, dan berkata pada sang istri ,
“selimutilah aku… selimutilah aku..”.
…………
Pada
kisah yang lain, Nabi Musa ‘alaihissalam pasca berhasil melakukan revolusi di
Mesir dan membebaskan Bani Israil dari penindasan Raja Fir’aun. Nabi Musa
‘alahissalam lantas pergi menyendiri menuju Gunung Sinai, dan menitipkan Bani
Israil pada saudaranya yaitu Nabi Harun ‘alahissalam. Selama menyendiri di atas
gunung, Nabi Musa ‘alahissalam menjalani penataran spiritual berupa
dialog-dialog ketuhanan yang langsung dikonfirmasi oleh Allah ‘Azza wa Jalla
hingga pencarian petunjuk yang akhirnya berwujud wahyu.
Nabi
Musa ‘alahissalam setelah menerima wahyu langsung turun gunung dan datang
menemui umatnya. Nabi Musa ‘alahissalam berharap besar agar umatnya bisa
mengikuti wahyu yang telah dihaturkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla pada dirinya.
…........
Hal
yang sama juga dialami oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, saat beliau mengetahui ayahnya
yang ahli membuat patung serta mengamati kenyataan masyarakatnya yang gemar
menyembah pahatan batu yang hakekatnya tak berdaya, akhirnya membuat Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam merenung dan berfikir panjang tentang konsep ketuhanan.
Keadaan tersebut membawa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pada ruang penyendirian demi melakukan pengembaraan spirititual dan
intelektual. Nabi Ibrahim mengamati bintang,bulan dan matahari, beliau
menyangka bahwa itu semua adalah Tuhan namun ternyata bukan. Hingga akhirnya
Allah’Azza wa Jalla memberikan petunjuk pada diri Nabi Ibrahim. Dan kita semua tahu bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
kemudian ditangkap dan dibakar hidup-hidup namun berhasil selamat atas
pertolongan Allah’Azza wa Jalla.
.
...........
Berangkat
dari rangkaian hidup Nabi Muhammad, Nabi Musa, dan Nabi Ibrahim, kita bisa
mendapatkan hikmah bahwa proses menyendiri, proses menjauhkan diri dari
hiruk-pikuk kerumunan manusia adalah tradisi para Nabi. Maka aktivitas menyendiri,
berkhalwat untuk menggapai nilai-nilai tertinggi spiritualitas dan
intelektulitas harus menjadi bagian dari budaya hidup kita. Dengan menyendiri
maka kita bisa lebih jernih dalam memandang dan membangun keberpihakan pada
kebenaran. Saat menyendiri, kita bisa menyelaraskan antara dzikir dan pikir
hingga setahap demi setahap kita bisa makin dekat dengan Allah ‘Azza wa Jalla
dan Insya Allah bisa menemukan jalan
terbaik dalam menempuh kehidupan ini.
Ketika
para Nabi memilih untuk menyendiri akhirnya menghasilkan karakter yang otentik
dan original sebagai manusia yang beriman dan mampu membaca perputaran zaman. Menyendirilah,
sejenak saja. Semoga kita mendapat keberkahan dari Allah ‘Azza wa Jalla.
....
Wildan Taufiqur Rahman
(Pengamat Sejarah Islam)
Komentar
Posting Komentar